Monday, December 26, 2022

Kenapa Tauhid Di Bagi Menjadi Tiga ?



Apa yg dimaksud dengan tauhid?

    Dalam ajaran Islam, yang dimaksud dengan tauhid adalah keyakinan akan keesaan Allah swt. Sebagai Tuhan yang telah menciptakan, memelihara, dan menentukan segala sesuatu yang ada di alam ini.

Kalimat Tauhid ‘La ilaaha illallah, Muhammadur Rasulullah’ adalah kalimat dzikir yang paling utama dan memiliki makna mendalam. Kalimat ini mengandung keyakinan bahwa Allah lah satu-satunya Tuhan dan tidak ada Tuhan selain Dia. Dalam kalimat ini, termuat juga sebuah keimanan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah swt.


Pengertian tauhid apabila ditinjau dari segi bahasa atau etimologi merupakan bentuk kata mashdar dari asal kata kerja lampau yaitu wahhada yuwahhidu wahdah yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan, dikutip dari buku Studi Ilmu Tauhid/Kalam oleh Mulyono dan Bashori.


Dengan demikian, secara bahasa pengertian tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Allah SWT yang Maha Esa. Karena, arti kata tauhid adalah mengesakan, dengan dimaksud mengesakan Allah SWT adalah dzat-Nya, asma-Nya dan af’al-Nya. Jadi, ilmu tauhid mempelajari bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal, Satu.


     

Tauhid terbagi menjadi 3 (Tauhid rububiyyah, uluhiyyah, dan Asma’ wa sifat) berdasarkan istiqra’ (penelitian menyeluruh) terhadap dalil-dalil yang ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, sebagaimana ulama nahwu membagi kalimat di dalam bahasa arab menjadi 3: Isim, fi’il, dan huruf, berdasarkan penelitian menyeluruh terhadap kalimat-kalimat yang ada di dalam bahasa arab. (Lihat Kitab At-Tahdzir min Mukhtasharat Muhammad Ash-Shabuny fii At-Tafsir karangan Syeikh Bakr Abu Zaid hal: 30, cet. Darur Rayah- Riyadh )


Diantara dalil tauhid rububiyyah (pengesaan Allah dalam penciptaan, pembagian rezeki, dan pengaturan alam). Allah Ta'ala berfirman:


وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Hud: 6)


Diantara dalil tauhid uluhiyyah (pengesaan Allah di dalam ibadah), Allah Ta'ala berfirman:


إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ


“Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 5)


Dan juga Firman Allah:


قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصاً لَهُ دِينِي


Katakanlah: “Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.” (QS. Az-Zunar: 14)


Diantara dalil tauhid asma’ wa sifat (pengesaan Allah di dalam nama-namanya yang husna (yang terbaik) dan sifat-sifat-Nya yang tinggi), Allah Ta'ala berfirman:


لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ


“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)


Dan juga firman Allah:


وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ


"Dan Allah mempunyai permisalan yang paling tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nahl: 60)


Terkumpul 3 jenis tauhid ini di dalam firman Allah:


رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيّاً

 

“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah).” (QS. Maryam: 65)



Secara teoritis, tauhid diklarifikasikan dalam tiga jenis, yakni;
Tauhid Rububiyah
Tauhid Uluhiyah
Tauhid Asma’Wash-Shifat


1. Tauhid Rububiyah 
    Jenis tauhid yang pertama adalah tauhid Rubibiyah. Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah Swt, yaitu ‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti antara lain: al-murabbi (pemelihara), an-nasir (penolong), al-malik (pemilik), al-mushlih (yang memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-wali (wali). 

    Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rububiyah berarti: “percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”, dilansir dari Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin Abdullah Al-Buraikan.

Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini;
Beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum. Misalnya, menciptakan, memberi rizki, menghidupkan, mematikan, menguasai.
Beriman kepada takdir Allah.
Beriman kepada zat Allah.

2. Tauhid Uluhiyah 

    Jenis tauhid yang kedua adalah tauhid Uluhiyah. Kata Uluhiyah diambil dari akar kata 'ilah' yang berarti 'yang disembah' dan 'yang ditaati'. Karena ini digunakan untuk menyebut sembahan yang hak dan yang batil. Pemakaian kata lebih dominan digunakan untuk menyebut sembahan yang hak sehingga maknanya berubah menjadi: Dzat yang disembah sebagai bukti kecintaan, penggunaan, dan pengakuan atas kebesaran-Nya.

Dengan demikian kata ilah mengandung dua makna: pertama adalah ibadah; kedua adalah ketaatan, dikutip dari buku Filsafat Pendidikan Islam oleh Hasan Basri.Pengertian tauhid Uluhiyah dalam terminologi syari’at Islam sebenarnya tidak keluar dari kedua makna tersebut. Maka definisinya adalah: “Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan”.

Oleh sebab itu realisasi yang benar dari tauhid uluhiyah hanya bisa terjadi dengan dua dasar; Pertama, memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT, semata tanpa adanya sekutu yang lain. Kedua, hendaklah semua ibadah itu sesuai dengan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya melakukan maksiat.

3. Tauhid Asma’Wash-Shifat

    Jenis tauhid yang ketiga adalah tauhid Asma’Wash-Shifat. Definisi tauhid al-asma wa ash-shifat artinya pengakuan dan kesaksian yang tegas atas semua nama dan sifat Allah yang sempurna, masih dikutip dari buku Pengantar Studi Aqidah Islam oleh Muhammad Ibrahim Bin Abdullah Al-Buraikan.

Allah Swt menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara rinci. Yaitu dengan menyebut bagian-bagian kesempurnaan itu satu persatu. Menetapkan sifat mendengar dan melihat bagi diri-Nya sendiri. Tetapi Allah SWT juga menafikan sifat-sifat kekurangan dari diri-Nya. Hanya saja penafikan itu bersifat umum.

Artinya, Allah SWT menafikan semua bentuk sifat kekurangan bagi dirinya yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya secara umum tanpa merinci satuan-satuan dari sifat-sifat kekurangan tersebut. Terkadang memang terjadi sebaliknya, yaitu bahwa Allah SWT menetapkan sifat-sifat bagi dari-Nya secara global dan merinci sifat-sifat kekurangan yang ingin dinafikan



Baca juga: 

No comments:

Post a Comment

Mengapa Anak Muda Harus Terlibat Politik?

                                          Mengapa Anak Muda Harus Terlibat Politik?                     Karena Harapan untuk memperbaiki pol...